Rabu, 17 Agustus 2011

REVIEW : Turning Thirty by Mike Gayle

SINOPSIS

Tiga puluh tahun berarti pergi ke pub jika ada tempat untuk duduk. Tiga puluh tahun berarti memiliki setidaknya satu CD klasik, sekalipun itu “Now That’s What I Call Classical Vol. 6”. Tiga puluh tahun berarti menghentikan pencarian si partner sejati karena, setelah bertahun-tahun dalam rimba belantara, akhirnya kau menemukan orang yang kau cari selama ini.

Tidak seperti orang kebanyakan, Matt Beckford sebenarnya menantikan saat dia berulang tahun yang ketiga puluh. Setelah bergelut selama usia dua puluhan, kehidupan karier, keuangan, dan masalah cintanya mulai beres. Tetapi ketika berpisah dengan kekasihnya, dia menyadari hidup punya rencana berbeda, dan Matt kembali ke rumah orangtuanya untuk sementara.

Hanya selang beberapa jam, orangtuanya membuat dia gila seperti masa lalu. Putus asa ingin mendapatkan sedikit kewarasan, Matt memutuskan untuk menghubungi teman-teman lamanya. Tetapi keadaan tidak kan pernah sama, karena setelah satu dekade berpisah dan kau beranjak tiga puluh, tidak ada yang sederhana seperti dulu.

REVIEW

Saya sangat tidak sabar untuk menulis review buku ini, alasannya adalah penulis buku ini pintar, banyak hal yang saya ingin ulas, dan buku ini “Gua banget!”. Siapa yang harus membaca buku ini? Saya bilang semua, yang hampir atau masih jauh dari tiga puluh supaya bisa siap-siap dengan “ketakutan-ketakutan” menjelang no more 20s dan juga yang sudah di angka 30 atau bahkan sudah jauh melewati untuk hanya sekedar nostlagia dan mudah-mudahan tida penyesalan karena sudah jauh terlewat :D Oh ya, dan satu lagi kalangan yang harus baca,bahkan saya bold : yang merasa tidak bisa lepas dari mantan/bukan pacar (seperti kutipan penulis) dan selalu mondar-mandir entah sampai kapan.

Saya sebenarnya sudah lama tidak baca novel terjemahan, maksudnya antara selalu baca yang bahasa asli atau memang sudah lama tidak baca buku :P (silahkan prediksi sendiri.. Hahaha..), tapi novel terjemahan ini sangat menarik jadi mungkin versi aslinya akan sangat menarik,jauh lebih menarik. Tema “Tiga Puluh” terus diingatkan penulis selama cerita diiringi konflik dan latar yang kuat. Meskipun si penulis kelahiran Inggris, tapi menurut saya tipe leluconnya khas amerika dan saya yakin lelucon macam ini sudah mulai melekat dengan masyarakat kita dengan film-film season-an yang banyak bertebaran itu. Novel ini membuat kita tertawa,termenung,berpikir tapi mudah-mudahan tidak sampai membuat kita menangis. Banyak yang ingin saya kutip dari novel ini :

“kapan kalian merasa benar-benar sudah dewasa?” dan akhirnya saya juga mulai berpikir kapan saya mulai merasa benar-benar sudah dewasa atau bahkan mungkin belum sama sekali.

“Masalahnya dengan mengotak-ngatik masa lalu adalah kau tidak pernah tahu apa yang mungkin akan kautemukan.” Ini mungkin adalah satu hal yang sangat sering terjadi dengan ke”kepo”an kita untuk mengorek sampai akhirnya “berdarah”.

”Waktu yang kulalui bersama mereka seharusnya merupakan saat-saat terbaik di dalam hidupku dan rasanya benar-benar menyedihkan ketika kami mengabaikan persahabatan terbaik yang pernah kami miliki hanya karena kami tidak lagi tinggal di satu kota yang sama. Mungkin aku keliru. Mungkin kami hanya tumbuh dewasa.” Mungkin sebagian setuju dengan line ini,memang apa artinya dewasa? hidup sendiri? sceptical saya kira.

“... Aku akan bahagia kalau masih tetap menjadi diriku” bagi saya ini hal mudah yang tersulit yang harus dilakukan paling tidak untuk saya.

“Bagiku Mum tidak bisa dihancurkan, dia akan ada selamanya – kami akan bersama selamanya” Bagi saya tidak semua memiliki hubungan dan perasaan seperti ini dengan ibunya, tapi satu hal yang terlintas dipikiran saya adalah jangan sampai cinta kita terhadap ibu terlambat disadari.

“Kami berusaha mempertahankan keadaan sebagaimana dulu karena kami tidak suka keadaan dunia yang sebenarnya” Saya pikir ini sangat masuk akal, kalimat yang bisa mengingatkan untuk berhenti mencoba “memperbaiki” masa lalu.

Oke saya akan sedikit egois dan subjektif, quote terakhir yang ingin saya bahas adalah “Tapi meskipun begitu kupikir sebaiknya kau pergi”, dia menambahkan “Untuk selamanya kali ini”. Line ini menurut saya the perfect closure walaupun bukan endingnya, jadi bagi orang-orang yang saya bold tadi menurut saya perjalanan “Gua banget”nya berhenti di chapter ini walaupun saya cukup yakin juga masih tetap penasaran dengan endingnya. Enjoy.



@ad_praw